Terkadang kita berusaha menghindar ketika rasa sakit menghampiri dan ingin duduk sejenak bersama, namun sejatinya rasa sakit mengajarkan banyak hal yang kita tidak ketahui sebelumnya. Dulu saya pernah marah dan tidak terima ketika sakit datang entah itu dari sesuatu yang saya ketahui sebelumnya ataupun sesuatu yang datang tiba-tiba, namun sedikit demi sedikit saya belajar. Seiring dengan belajar lebih dalam tentang karma itu sendiri yang mungkin sedang membayar buruk baik tingkah, laku dan ucap yang sudah saya perbuat sebelumnya. Butuh waktu bertahun-tahun dan sayatan demi sayatan yang akhirnya mengijinkan saya berteman dengan sakit, sehingga ketika sakit datang, saya sudah menerimanya dengan senyum dan juga kelegaan.
Kenapa kelegaan? Itu artinya saya sudah mengurangi karma buruk dengan jalan membayarnya lunas. Walaupun terkadang air mata masih menemani namun hanya sebentar saja karena ketika saya tahu bahwa saya membayar lunas karma saya maka kelegaan dengan sendirinya membuat saya tersenyum dan berterima kasih karena sudah diijinkan membayar sekarang, saat saya mampu. Entah kenapa, bagi saya selalu saja ada makna setiap sakit datang, menemani saya sejenak. Sakit mengingatkan saya bahwa saya masih harus banyak belajar, masih banyak salah, masih banyak yang harus diperbaiki. Saya akui kadang ego ingin membakar saya, mengajak saya memusuhi sakit dan marah, rasa tidak terima buncah dan ingin rasanya memuntahkan dan menyalahkan keadaan, namun beberapa tahun belakangan ini, saya sudah bisa berdamai dan memilih menerima sakit dengan segala pembelajaran di dalamnya. Mungkin orang akan menilai saya aneh, jika saya bilang kalau saya berteman dan berdamai dengan sakit, namun biarlah orang menilai saya, mereka berhak memiliki pikiran, nilai dan memilih reaksi apa yang mereka berikan pada saya, saya terima sebagai pembelajaran untuk menjadi manusia yang lebih baik ke depannya.
Saya tidak bisa membahagiakan semua orang dan saya masih manusia, sedih tentu saja hal pertama yang menghampiri ketika saya rasakan sakit berada di depan pintu rumah saya, bahkan tak jarang kaget pun mengikuti tapi sekali lagi saya belajar dari sakit bahwa tidak ada yang tersia-sia. Kadang tanya menghampiri dan ingin mencari jawabnya, namun saya (sering) memutuskan untuk melepaskan saja apa yang ada di luar kontrol saya. Bukan berarti saya tidak bisa membela diri, namun apakah dengan membela diri saya merasa lebih baik? Ataukah dengan melepaskan akan memberikan saya ketenangan. Hal yang selalu menenangkan saya adalah pikir tentang saya sedang menjalankan karma saya dan di balik semua kejadian yang saya alami, ada ijin Tuhan di baliknya dan ketika saya tahu dan menyadarinya, saya beryukur bahwa saya diberikan ijin untuk menempuh ujian lagi, diperingatkan lagi, dibukakan mata lagi. Yang saya bisa lakukan adalah memohon maaf dan jika maaf juga belum cukup maka saya serahkan semuanya kepada karma, saya akan berhenti sebentar sebelum saya bangkit dan melangkah lagi.
Seperti postingan saya sebelumnya akan belajar bertahan di pandemi ini, ketika sakit menghampiri saya juga diajarkan untuk bertahan, mengambil nafas dan mengajak kembali gadis kecil dalam diri saya untuk bangkit berdiri, mengibaskan debu yang saya dapatkan saat terjatuh dan melangkah lagi. Banyak pelajaran lain yang saya dapatkan dari sakit yaitu belajar melepaskan. Sebenarnya ini saling berkaitan antara pembelajaran lebih dalam akan karma, cara bertahan, melepaskan, berteman dengan rasa sakit dan akhirnya berdamai dengan diri sendiri. Entah mengapa sepertinya ke 5 mata pelajaran ini saling silih berganti menghampiri saya beberapa tahun belakangan ini, baik itu mereka datang satu persatu, ataupun sekaligus dan saya beruntung karena sampai saat ini masih diijinkan untuk terus belajar lebih dalam lagi, lebih keras lagi. Saya beruntung ada P dan A disamping saya yang sangat mengerti kapan memberikan waktu bagi jemari saya untuk menari tanpa beban, menuliskan jejak-jejak saya, dengan harapan suatu saat nanti, A akan bisa membacanya dan bisa menelusuri jalan yang pernah saya lalui, belajar lebih dalam tentang perjalanan karma mamanya yang tidak sempurna ini.
Saya (mungkin) masih akan menuliskan banyak cerita tentang bagaimana saya mendalami 5 mata pelajaran yang saat ini saya ambil di Universitas Kehidupan dimana saya sebagai pelajar dengan ketidaksempurnaan yang menjadi dasarnya. Selama Tuhan masih mengijinkan saya untuk menggali ilmu tentang bidang-bidang tersebut, akan saya lanjutkan dengan rasa syukur yang tiada terhingga. Seperti yang saya yakini, setiap kejadian di jalan yang saya tempuh, sudah atas seijin Tuhan, dan sebagai ciptaanNYA, saya berusaha mengumpulkan bekal untuk perjalanan saya selanjutnya ketika raga saya sudah menunaikan tugasnya. Ini adalah bagian dari perjalanan karma di kehidupan saya kali ini.
”Jalani karmamu, engkau sedang dipahat untuk menjadi sebuah patung yang unik. Sakit tidak akan merendahkanmu namun ia akan membantumu mengerti dirimu dan menguatkanmu untuk bangkit dan melangkah lagi”
Haninge, 10082020
Pingback: Tentang Kehilangan | One step at a time